Rabu, 14 Agustus 2013

Sejarah Desa Pasirtamiang





Hingga akhir abad ke 18 daerah ini masih merupakan belantara hijau yang subur dengan beraneka tumbuhan khas yang jarang ditemukan didaearah lain, diantaranya tumbuhan bambu bitung, Awi tali, awi temen, haur, gombong,awi buluh dan awi tamiang ( dalam bahasa sunda ). Bambu tamianng paling banyak tumbuh di daerah ini yakni jenis bambu berukuran kecil beruas panjanng serta tipis yang sekarang manjadi bahan baku  pembuatan alat musik seruling. Kala itu sesekali suka ada orang yang datang untuk berburu atau mengambil hasil hutan seperti damar, rotan jamur dan sebagainya.
Pada abad ke 18 seorang yang biasa datang mengambil hasil hutan menemukan suatu lembah subur dibawah bukit yang banyak ditumbuhi awi tamiang dan banyak terdapat mata air lalu tertarik untuk mencoba
membuka daerah tersebut untuk dijadikan lahan pertanian, ia bernama Ngabui Nanggamerta yang berasal dari daerah Sukapura (Tasikmalaya sekarang)  dan sejak saat itu beliau bertani dan menetap di daerah itu hingga beranak pinak dan beliau menamakan daerah tersebut dengan sebutan Pasirtamiang . Pasir dalam bahasa sunda berarti bukit dan “ tamiang “ adalah sejenis bambu kecil sebagai bahan baku pembuatan alat musik seruling.
Sejak saat itu Ngabui Nanggamerta tinggal didaerah itu  dan bekerja bercocok tanam dengan menjual hasil ladangnya ke Sukapura sekaligus membelli kebutuhan bahan pokok sehari-hari.
Karena sering berkunjung ke Sukapura beliau banyak berkenalan dengan masyarakat setempat dan diantaranya ada orang yang turut bersama untuk mengikluti jejaknya, antara lain seorang bernama Dayung yang pada akhirnya beliau mengelola daerah dan bermukim di daerah disekitar pinggir sungai cijoho hingga akhir hayatnya dan sampai sat ini kampung tersebut dinamakan “ cijoho ” sesuai dengan nama sungai yang mengalir dipinggiran kampung tersebut.(sungai ini dinamakan cijoho karena didaerah hulu/sumber air sungai itu banyak ditumbuhi pohon “ joho “.
Bapak Dayung ( pelopor/perintis kampung Cijoho ) dimakamkan di buklit Kadongdong sebelah timur kampung Cijoho yang hingga kini populer dengan panggilan “ Mbah Dayunng “ dan Ngabui Nanggamerta dimakamkan di Pasirpininng, sebuah bukit disebelah selatan kampung Pasirtamiang.
Kemudian datang pula seorang ahli pembuat perkakas pertanian bernama Loma Bangsa berasal dari daerah Panawangan hingga akhir hayat dan dimakamkan di Dalem, sekarang Makam Dalem dekat Balai
Desa Pasirtamiang dengan panggilan Mbah Loma Bangsa. Masih dalam kurun waktu itu juga datang seorang Cirebon bekas prajurit maaram yang enggan kembali ke susuhunan Mataram bernama Singa Ronce kemudian Adi Kasan seorang ulama masih keluarga Mbah Loma Bangsa sebagai perajin panday besi di kampung cigororwong sebelah barat kampung Pasirtamiang . Dinamakan Cigorowong, karena didaerah itu terdapat mata air yang keluar dari sebuah goa ( gorowong, bahasa sunda) Adi Kasan tinggal/bermikim dan wafat di kampung Pasirlandak (sebuah bukit yang banyak dihuni oleh binatang bernama landak) hingga sekarang dinamakan Pasirlandak yang bersebelahan dengan kampung Cigorowong dan dimakamkan di Bungur (sekarang menjadi areal pemakaman umum ditepi sungai Citanduy) sedangkan Singa Ronce dimakamkan di makam Dalem bersama Mbah Loma Bangsa dengan panggilan Mbah Singa Ronce. Kini nama Singa Ronce digunakan menjadi nama club-club olah raga di Desa Pasirtamiang.
Selain makam Mbah Loma Bangsa dan Mbah Singa Ronce yang dimakamkan di makam Dalem terapat pula makam Mbah Dalem Mangkubumi yang menyusul mempelopori pembangunan pemukiman di Pasirtamiang dan hingga kini mendapat sebutan Mbah Dalem Mangkubumi.
Pada pertengahan abad ke – 19 Pemerintah Hindia Belanda sedang giat-giatnya melaksanakan Tanam Paksa, didaerah Priangan diwajibkan menanam Kopi. “Di Kabupaten Galuh (Ciamis sekarang) pada waktu itu dipimpin oleh Kanjeng Prabu R.A.A. Kusumaningrat (1839 – 1886)
diwajibkan menanam Kopi dan Indigo (Nilam)”, (Dadan Wildan, dkk,
2005 : 120).
Demikian pula di daerah Pasirtamiang masyarakat desa  diwajibkan menanam Kopi dan Indigo di kebun-kebunnya. Tanaman ini sebagai bhahan ekspor yang sangat penting demi kekpentingan pemerintah Hindia Belanda. Untuk lebih efektip dan efisien dalam penyebaran dan pemungutan hasil panennya maka dibentuklah satuan-satuan pemerintahan yang kecil didaerah yang belum tertata yaitu desa-desa. Didaerah yang sekarang menjadi Desa Pasirtamiang dibentuk desa Pasirtamiang yang meliputi pemukiman Pasirtamiang, Cogoeowong, dan Desa Cijoho yang meliputi pemukiman Cijoho dan Pasirlandak hal ini terjadi pada tahun 1850. Di Desa Pasirtamiang dipimpin oleh Kuwu Indrapraja (1850 – 1863) kelahiran Pagerageung sedangkan di Desa Cijoho dipimpin oleh Kuwu Antawijaya (1850-1866). Kuwu Antawijaya terkenal dengan nama Kuwu Gede.
Kuwu Indrapraja di Desa Pasirtamiang diganti oleh anaknya Astapraja (1865 – 1880) dan Kuwu Antawijaya di Desa Cijoho diganti oleh Haji Safi’I (1866 – 1880). Pada masa pemerintahan kedua Kuwu ini sudah ada jalan Pos dari Sindangkasih sampai Panjalu melalui Cihaurbeuti dan Panumbangan. Dikatakan Jalan Pos karena disepanjang jalan tersebut ada pos-pos seperti Sindangkasih, Cijulan, Cihaurbeuti, Panumbangan, Warudoyong yang dijaga oleh masyarakat secara bergiliran. Tugasnya mengantarkan orang sakit yang perlu dipindahkan dengan cara diusung (digotong : sunda).
Di Pasirtamiang dan Cijoho dibuat jalan desa yang menghubungkan antar pemukiman, seperti dari Cijoho ke Pasirlandak sampai jalan Pos, dari Pasirtamiang ke Cigorowong sampai ke jalan Pos.
Pada tahun 1880 Ddesa Pasirtamiang dan Cijoho disatukan menjadi
satu desa yaitu Desa Pasirtamiang dengan pusat pemerintahannya di pemukiman Pasirlandak. Desa Pasirtamiang yang baru terdiri dari tiga kampung , yakni Kampung Pasirtamiang, Kampung Cijoho dan Kampung Pasirlandak yang merupakan penyatuan dari pemukiman Pasirlandak dan  Cigorowong. Desa ini dipimpin oleh Kuwu Haji Masur (1880 – 1905), saudaranya Kuwu Astapraja anak Kuwu Indrapraja.
Pada pemerintahan Kuwu Haji Mansur pembuatan sawah lebih ditingkatkan dan Pamong Desa dengan sawah selama masa jabatannya.
Denah Desa disesuaikan dengan denah Kabupaten yang menginduk kepada Denah Kesultanan Cirebon, sebab waktu itu Kabupaten Ciamis bagian Utara termasuk wilayah Keresidenan Cirebon, Sehingga Struktur Pemerintahan Desa pun seperti di Daerah Cirebon dengan gajinya sawah bengkok.

5 komentar:

  1. izin copas artikel na kang. www.desa-pasirtamiang.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Sae mang copas nya...
    Kunbal n www.coretanorangmuslim.blogspot.com

    BalasHapus
  4. Best Bet of the Day Prediction Site: Sports Betting, Casino 12bet 12bet 카지노 카지노 우리카지노 우리카지노 930Betway Best Odds for Football | Konicasino

    BalasHapus