Hingga
akhir abad ke 18 daerah ini masih merupakan belantara hijau yang subur dengan
beraneka tumbuhan khas yang jarang ditemukan didaearah lain, diantaranya
tumbuhan bambu bitung, Awi tali, awi temen, haur, gombong,awi buluh dan awi
tamiang ( dalam bahasa sunda ). Bambu tamianng paling banyak tumbuh di daerah
ini yakni jenis bambu berukuran kecil beruas panjanng serta tipis yang sekarang
manjadi bahan baku pembuatan alat musik
seruling. Kala itu sesekali suka ada orang yang datang untuk berburu atau mengambil
hasil hutan seperti damar, rotan jamur dan sebagainya.
Pada
abad ke 18 seorang yang biasa datang mengambil hasil hutan menemukan suatu
lembah subur dibawah bukit yang banyak ditumbuhi awi tamiang dan banyak
terdapat mata air lalu tertarik untuk mencoba
membuka
daerah tersebut untuk dijadikan lahan pertanian, ia bernama Ngabui Nanggamerta
yang berasal dari daerah Sukapura (Tasikmalaya sekarang) dan sejak saat itu beliau bertani dan menetap
di daerah itu hingga beranak pinak dan beliau menamakan daerah tersebut dengan
sebutan Pasirtamiang . Pasir dalam bahasa sunda berarti bukit dan “ tamiang “
adalah sejenis bambu kecil sebagai bahan baku
pembuatan alat musik seruling.
Sejak
saat itu Ngabui Nanggamerta tinggal didaerah itu dan bekerja bercocok tanam dengan menjual
hasil ladangnya ke Sukapura sekaligus membelli kebutuhan bahan pokok
sehari-hari.
Karena
sering berkunjung ke Sukapura beliau banyak berkenalan dengan masyarakat
setempat dan diantaranya ada orang yang turut bersama untuk mengikluti jejaknya,
antara lain seorang bernama Dayung yang pada akhirnya beliau mengelola daerah
dan bermukim di daerah disekitar pinggir sungai cijoho hingga akhir hayatnya
dan sampai sat ini kampung tersebut dinamakan “ cijoho ” sesuai dengan nama
sungai yang mengalir dipinggiran kampung tersebut.(sungai ini dinamakan cijoho
karena didaerah hulu/sumber air sungai itu banyak ditumbuhi pohon “ joho “.
Bapak
Dayung ( pelopor/perintis kampung Cijoho ) dimakamkan di buklit Kadongdong
sebelah timur kampung Cijoho yang hingga kini populer dengan panggilan “ Mbah
Dayunng “ dan Ngabui Nanggamerta dimakamkan di Pasirpininng, sebuah bukit
disebelah selatan kampung Pasirtamiang.
Kemudian
datang pula seorang ahli pembuat perkakas pertanian bernama Loma Bangsa berasal
dari daerah Panawangan hingga akhir hayat dan dimakamkan di Dalem, sekarang
Makam Dalem dekat Balai
Desa
Pasirtamiang dengan panggilan Mbah Loma Bangsa. Masih dalam kurun waktu itu
juga datang seorang Cirebon bekas prajurit maaram yang enggan kembali ke
susuhunan Mataram bernama Singa Ronce kemudian Adi Kasan seorang ulama masih
keluarga Mbah Loma Bangsa sebagai perajin panday besi di kampung cigororwong
sebelah barat kampung Pasirtamiang . Dinamakan Cigorowong, karena didaerah itu
terdapat mata air yang keluar dari sebuah goa ( gorowong, bahasa sunda) Adi
Kasan tinggal/bermikim dan wafat di kampung Pasirlandak (sebuah bukit yang
banyak dihuni oleh binatang bernama landak) hingga sekarang dinamakan
Pasirlandak yang bersebelahan dengan kampung Cigorowong dan dimakamkan di Bungur
(sekarang menjadi areal pemakaman umum ditepi sungai Citanduy) sedangkan Singa
Ronce dimakamkan di makam Dalem bersama Mbah Loma Bangsa dengan panggilan Mbah
Singa Ronce. Kini nama Singa Ronce digunakan menjadi nama club-club olah raga
di Desa Pasirtamiang.
Selain
makam Mbah Loma Bangsa dan Mbah Singa Ronce yang dimakamkan di makam Dalem
terapat pula makam Mbah Dalem Mangkubumi yang menyusul mempelopori pembangunan
pemukiman di Pasirtamiang dan hingga kini mendapat sebutan Mbah Dalem
Mangkubumi.
Pada
pertengahan abad ke – 19 Pemerintah Hindia Belanda sedang giat-giatnya
melaksanakan Tanam Paksa, didaerah Priangan diwajibkan menanam Kopi. “Di
Kabupaten Galuh (Ciamis sekarang) pada waktu itu dipimpin oleh Kanjeng Prabu
R.A.A. Kusumaningrat (1839 – 1886)
diwajibkan
menanam Kopi dan Indigo (Nilam)”, (Dadan Wildan, dkk,
2005
: 120).
Demikian
pula di daerah Pasirtamiang masyarakat desa
diwajibkan menanam Kopi dan Indigo di kebun-kebunnya. Tanaman ini
sebagai bhahan ekspor yang sangat penting demi kekpentingan pemerintah Hindia
Belanda. Untuk lebih efektip dan efisien dalam penyebaran dan pemungutan hasil
panennya maka dibentuklah satuan-satuan pemerintahan yang kecil didaerah yang
belum tertata yaitu desa-desa. Didaerah yang sekarang menjadi Desa Pasirtamiang
dibentuk desa Pasirtamiang yang meliputi pemukiman Pasirtamiang, Cogoeowong,
dan Desa Cijoho yang meliputi pemukiman Cijoho dan Pasirlandak hal ini terjadi
pada tahun 1850. Di Desa Pasirtamiang dipimpin oleh Kuwu Indrapraja (1850 –
1863) kelahiran Pagerageung sedangkan di Desa Cijoho dipimpin oleh Kuwu
Antawijaya (1850-1866). Kuwu Antawijaya terkenal dengan nama Kuwu Gede.
Kuwu
Indrapraja di Desa Pasirtamiang diganti oleh anaknya Astapraja (1865 – 1880)
dan Kuwu Antawijaya di Desa Cijoho diganti oleh Haji Safi’I (1866 – 1880). Pada
masa pemerintahan kedua Kuwu ini sudah ada jalan Pos dari Sindangkasih sampai
Panjalu melalui Cihaurbeuti dan Panumbangan. Dikatakan Jalan Pos karena
disepanjang jalan tersebut ada pos-pos seperti Sindangkasih, Cijulan, Cihaurbeuti,
Panumbangan, Warudoyong yang dijaga oleh masyarakat secara bergiliran. Tugasnya
mengantarkan orang sakit yang perlu dipindahkan dengan cara diusung (digotong :
sunda).
Di
Pasirtamiang dan Cijoho dibuat jalan desa yang menghubungkan antar pemukiman, seperti
dari Cijoho ke Pasirlandak sampai jalan Pos, dari Pasirtamiang ke Cigorowong
sampai ke jalan Pos.
Pada
tahun 1880 Ddesa Pasirtamiang dan Cijoho disatukan menjadi
satu
desa yaitu Desa Pasirtamiang dengan pusat pemerintahannya di pemukiman
Pasirlandak. Desa Pasirtamiang yang baru terdiri dari tiga kampung , yakni
Kampung Pasirtamiang, Kampung Cijoho dan Kampung Pasirlandak yang merupakan
penyatuan dari pemukiman Pasirlandak dan
Cigorowong. Desa ini dipimpin oleh Kuwu Haji Masur (1880 – 1905),
saudaranya Kuwu Astapraja anak Kuwu Indrapraja.
Pada
pemerintahan Kuwu Haji Mansur pembuatan sawah lebih ditingkatkan dan Pamong
Desa dengan sawah selama masa jabatannya.
Denah
Desa disesuaikan dengan denah Kabupaten yang menginduk kepada Denah Kesultanan
Cirebon, sebab waktu itu Kabupaten Ciamis bagian Utara termasuk wilayah
Keresidenan Cirebon, Sehingga Struktur Pemerintahan Desa pun seperti di Daerah
Cirebon dengan gajinya sawah bengkok.
izin copas artikel na kang. www.desa-pasirtamiang.blogspot.com
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIZin Copas mang Acep
BalasHapusSae mang copas nya...
BalasHapusKunbal n www.coretanorangmuslim.blogspot.com
Best Bet of the Day Prediction Site: Sports Betting, Casino 12bet 12bet 카지노 카지노 우리카지노 우리카지노 930Betway Best Odds for Football | Konicasino
BalasHapus